Perfilman Alami Persoalan, Komisi X Serap Masukan Ke Jatim
Komisi X DPR RI menilai, perfilman nasional mengalami berbagai persoalan, diantaranya maraknya ekspansi film luar yang menguasai perfilman Indonesia. Maka dari itu, Komisi X DPR mengadakan penelusuran langsung di lapangan mulai dari proses produksi, distribusi, eksekusi, dan pelaksanaan yang melibatkan dunia perfilman nasional.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS) saat memimpin Tim Kunjungan Spesifik Komisi X DPR, saat pertemuan dengan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Akhmad Sukardi, dan kalangan insan perfilman Jawa Timur, di Ruang Rapat Kertanegara, Kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jumat (08/4/2016).
“Kami ingin mendapat gambaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur sekaligus ingin mendengarkan problematika dan kendala tentang perfilman ini dari pemangku kepentingan lainnya,” kata Kharis.
Politisi asal dapil Jawa Tengah itu menambahkan, film merupakan karya seni budaya yang punya peran strategis yang ujungnya mampu meningkatkan ketahanan bangsa. Negara bertanggung jawab dalam memajukan perfilman nasional.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah. Ia menekankan, pihaknya telah merangkum berbagai permasalahan tentang perfilman dari berbagai daerah. Termasuk dari insan perfilman yang telah diundang ke Gedung DPR RI, Senayan.
“Jadi memang di Komisi X ini sedang merumuskan, bahwa kami tidak ingin salah dalam memberikan masukan kepada pemerintah menyangkut perfilman nasional ini,” jelas politisi F-PAN itu.
Anang berharap, dengan adanya UU No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, seharusnya dapat mengakomodir berbagai permasalahan di lapangan. Termasuk agar Provinsi Jatim dapat memiliki industri film sendiri yang kuat.
“Komisi X DPR dengan cepat ingin bisa ikut menyelesaikan permasalahan ini dengan sigap. Namun tiba-tiba muncul Daftar Negatif Investasi untuk perfilman, sehingga ini menjadi permasalahan baru. Kita juga ingin tahu, teman-teman yang ada di daerah apakah setuju atau tidak terkait hal itu,” imbuh politisi asal dapil Jawa Timur itu.
Sekdaprov Jatim Akhmad Sukardi mengatakan, seni budaya merupakan akar dari identitas bangsa yang harus dipertahankan. Film, sebagai bagian dari seni dan budaya, dapat menjadi media komunikasi massa yang mengandung pendidikan, sejarah dan pengetahuan.
“Film terutama tentang sejarah dan budaya, harus dikembangkan dengan baik. Melalui pertemuan ini, saya harap kendala perfilman Jatim dapat segera didengar oleh Tim Panja untuk kemudian dapat dicarikan solusinya,” kata Sukardi.
Pemprov Jatim, masih kata Sukardi, juga meminta Pemerintah Pusat segera mengesahkan peraturan terkait perfilman. Dengan begitu, Pemerintah Daerah bisa segera mengatur kebijakan terkait. Dan meminta insan perfilman menghargai kearifan lokal, diantaranya terkait keberadaan bioskop.
“Di Jatim, ada beberapa wilayah dimana tokoh masyarakatnya seperti kyai, melarang adanya bioskop. Itu harus kita hargai sebagai bentuk kearifan lokal,” imbuh Sukardi.
Dalam kesempatan yang sama, Seniman Perfilman Jawa Timur Imung Mulyanto mengatakan, paradigma tentang perfilman harus dibuka, agar tetap berjalan dan tidak mati. Dengan perkembangan teknologi, ia berharap UU No 33 tahun 2009 dapat dipublikasikan dan tersosialisasi dengan baik.
“Kalau seniman itu nafsunya tidak bisa ditahan, terus berkarya dan kalau anak muda itu tidak perduli ada Perda ada UU yang berlaku. Mereka terus jalan,” kata Imung.
Selama pertemuan, terungkap beberapa masalah perfilman. Diantaranya, sedikitnya jumlah film nasional serta film impor yang mulai menguasai pasar Indonesia. Kunjungan kerja ini diikuti oleh beberapa Anggota Komisi X DPR, diantaranya Sofyan Tan (F-PDI Perjuangan), Asdi Narang (F-PDI Perjuangan) Ida Bagus Putu Sukarta (F-Gerindra), Jamal Mirdad (F-Gerindra), Sri Meliyana (F-Gerindra), dan Wayan Koster (F-PDI Perjuangan). (hr,sf), foto : hindra/hr.